Inilah Manfaat, Spesifikasi Lengkap, dan Fakta-fakta Peluncuran Satelit SATRIA-1, Buatan Indonesia!

Assalamu‘alaikum wr. wb. 

Tahukah Anda? Beberapa hari yang lalu tepatnya pada Tanggal 19 Juni 2023 (30 Dzulqa'dah 1444 H), Pemerintah RI bersama dengan Kominfo meluncurkan Satelit Republik Indonesia atau SATRIA-1, yang diterbangkan di Florida, Amerika Serikat (AS).

Ilustrasi Satelit SATRIA-1

Satelit Nusantara Tiga atau SATRIA-1, yang diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, adalah satelit multifungsi Terbesar di Asia dan nomor 6 (Enam) di Dunia. Dengan kapasitas 150 Gbps, satelit ini bertujuan untuk meningkatkan akses internet pemerintah di daerah-daerah terpencil, terluar, dan tertinggal. Layanan yang ditawarkan oleh SATRIA-1 mencakup pendidikan, kesehatan, pemerintah daerah, dan kepolisian.

Peluncuran SATRIA-1 pada Senin (19/6) Pukul 05:20 WIB memiliki beberapa fakta penting, termasuk nilai proyek yang besar dan layanan yang ditujukan khusus untuk kantor pemerintah. Pelaksana tugas Menteri Komunikasi dan Informatika, Mahfud MD, menyampaikan rasa syukurnya atas keberhasilan peluncuran satelit ini, yang dilakukan dengan menggunakan Roket Falcon 9 milik SpaceX. SATRIA-1 merupakan satelit internet pertama yang dimiliki oleh Indonesia dan diluncurkan dari Amerika Serikat.


MANFAAT DAN SPESIFIKASI

Sumber Infografis : Indonesiabaik.id

Sumber Artikel : Finance.Detik.com

Direktur Utama PT Surveyor Indonesia Haris Witjaksono menyaksikan peluncuran SATRIA dari kantor pusat SpaceX di Florida. PTSI merupakan satu-satunya BUMN Pengawas Independen Proyek Satelit milik Pemerintah ini.

"Ini merupakan upaya Surveyor Indonesia dalam mendukung perkembangan infrastruktur Indonesia, khususnya di sektor telekomunikasi," kata Haris dalam keterangan tertulis, Selasa (20/6/2023 | 1/12/1444).

PTSI ditunjuk sebagai Konsultan Pengawas Independen (KPI) oleh Kominfo - BAKTI dan PT Satelit Nusantara Tiga (SNT) mengawal Proyek Satelit Multifungsi Pemerintah (SATRIA-1) mulai dari tahap desain, pengembangan dan pengoperasian.

Misi dan fungsi utama PTSI adalah memantau, mengontrol, dan menyelaraskan pengiriman beberapa satelit HTS Ka-band point-beam, termasuk 11 port hub dan terminal referensi serta dukungannya, untuk mencapai hasil pemantauan tahap awal yang maksimal, efisien, dan tepat waktu. Proyek tersebut mulai dari peluncuran yang mencakup desain, fabrikasi, pengujian hingga Komersial Layanan (COD).

"Termasuk melihat keselarasan kegiatan yang dilakukan oleh PT SNT dengan Perjanjian Kerja Sama Proyek KPBU untuk Penyediaan Satelit Multifungsi Pemerintah antara Kominfo dengan SNT sesuai perjanjian kerja sama," tambah Haris.

Dalam hal PTSI melakukan pekerjaannya, PTSI berkonsorsium dengan Konsultan Asing asal Amerika yaitu Hise Inc, yang memang paham dan mengerti di bidang Space Segment Satellite dan teknologi Satelit yang digunakan saat ini yaitu High Throughput Satellite (HTS).

PTSI mendapatkan kontrak untuk terlibat dalam proyek SATRIA ini sejak 2020 dan akan berakhir hingga dua tahun pasca SATRIA beroperasi. Satelit ini ditargetkan mulai melayani Internet di Indonesia antara Akhir 2023 hingga Awal 2024.

Melalui keterlibatan Pengawas Teknis Satelit Indonesia (PTSI) sebagai pengawas independen, berbagai manfaat dapat dirasakan. Hal ini membantu pemerintah, khususnya Bakti Kominfo, dan PT SNT dalam meningkatkan kualitas layanan publik serta berperan dalam pengembangan infrastruktur digital di seluruh wilayah Indonesia.

Upaya pemerataan konektivitas dilakukan dengan menyediakan koneksi pada sekitar 150.000 titik layanan publik. Titik-titik ini meliputi 93.900 sekolah, 47.900 kantor desa/kelurahan/kecamatan, 3.700 puskesmas, rumah sakit, dan layanan kesehatan lainnya, serta 3.900 kantor administrasi pertahanan dan keamanan. Selain itu, wilayah pemerintahan yang sebelumnya tidak terhubung dengan satelit eksisting atau infrastruktur telekomunikasi darat juga akan mendapatkan konektivitas.

Satelit SATRIA diproduksi oleh perusahaan manufaktur antariksa Prancis, Thales Alenia Space (TAS). Proses produksi satelit ini berlangsung dari September 2020 hingga Mei 2023.

Spesifikasi Satelit

Satelit SATRIA memiliki kapasitas sebesar 150 Gbps. Ini akan menjadi satelit pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi Very High-Throughput Satellite (VHTS) dan frekuensi Ka-Band. Dengan dukungan dari 116 Spot Beam, satelit ini mampu menyediakan layanan internet di seluruh wilayah Indonesia.

Setelah diluncurkan ke Luar Angkasa pada 18 Juni 2023 (29 Dzulqa'dah 1444 H), Satelit SATRIA akan menghabiskan waktu sekitar empat hingga lima bulan dalam proses orbit raising untuk mencapai dan menempati posisi 146 derajat Bujur Timur (BT), yang terletak di atas wilayah Papua, Indonesia.

Dalam proses orbit raising, satelit menggunakan teknologi Electric Propulsion yang memanfaatkan dorongan listrik untuk membantu pergerakannya. Hal ini menghemat penggunaan bahan bakar dan memperpanjang masa pakai satelit.

Setelah mencapai posisi 146 derajat BT, Satelit SATRIA akan menjalani tahap In-Orbit Testing selama sekitar tiga minggu untuk memastikan semua perangkat berfungsi dengan baik setelah peluncuran. Tahap selanjutnya adalah In-Orbit Acceptance Review (IOAR), yang dijadwalkan akan dilakukan pada pekan pertama Desember 2023.


FAKTA-FAKTA

Peluncuran SATRIA-1 di Florida, AS

Sumber Artikel : CNN Indonesia

Sebelum diangkut ke Florida, SATRIA-1 yang merupakan satelit yang diproduksi oleh PT Satelit Nusantara 3 dibangun di Thales Alenia Space, Cannes, Perancis.

Berikut sejumlah fakta penting peluncuran satelit SATRIA-1.

1. Nyaris tanpa Insiden

Pada Minggu (18/6) pukul 18.21 EDT atau Senin (19/6) pukul 05.21 WIB, SpaceX meluncurkan satelit komunikasi, SATRIA-1, ke orbit dari Florida.

Awalnya, peluncuran SATRIA-1 mengalami penundaan selama 17 menit dari jadwal semula akibat angin kencang. Namun, setelah kendala tersebut teratasi, Falcon 9 berhasil terbang ke angkasa dalam jendela waktu peluncuran yang ditentukan.

Pada Senin (19/6) pukul 05.59 WIB, tahap II peluncuran dilakukan untuk melepaskan satelit ke orbit. SATRIA-1, yang merupakan satelit multifungsi, akan ditempatkan di orbit 146° bujur timur, di atas Pulau Papua.

Setelah itu, Roket Falcon 9 sukses kembali ke Bumi dengan mendarat tanpa masalah di laut.

2. Tak bisa langsung dipakai

SATRIA-1 akan dipantau oleh Thales Alenia Space untuk memastikan seluruh perangkat bisa berfungsi dengan baik.

"Mudah-mudahan semua perangkat yang ada di SATRIA-1 dapat bekerja dengan baik solar cell dan antenanya. Dan bisa terkendali dari stasiun bumi," tutur Plt Direktur Utama Badan Aksesibiiltas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo Arief Tri Hardiyanto.

CEO PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) Adi Rahman Adiwoso menambahkan SATRIA-1 tidak bisa langsung dipakai untuk internetan begitu sampai di orbit. Ia menyebut perlu 145 hari setelah peluncuran buat Ragam Tes.

"Ini satelit termasuk satelit yang modern sekali sehingga mempergunakan electric propulsion untuk ke orbit dari titik satelit itu dilepaskan oleh peluncur," jelasnya, Selasa (13/6).

"Itu kita butuhkan 145 hari, maka dari itu dari Juni peluncuran tanggal 19 sampai di tempat orbit itu November, kita akan tes satelitnya dulu dan kita tes seluruh sistemnya sehingga bisa dimanfaatkan kira-kira pada akhir Desember ini dan sudah siap untuk dimanfaatkan layanannya pada Januari," tutur Adi.

3. 30 Ribu titik

Direktur Infrastruktur BAKTI Kominfo Danny Januar Ismawan menyatakan hingga akhir 2023 SATRIA-1 akan melayani 20 sampai 30 ribu titik layanan publik di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

"Setelah SATRIA-1 mencapai orbit dan uji coba, kapasitas awal 10 Gbps yang tersedia akan digunakan untuk melayani titik layanan publik. Selanjutnya secara bertahap, sesuai rencana dalam tiga tahun ke depan akan digunakan kapasitas hingga sampai 150 Gbps," tuturnya.

4. Fokus di kantor pemerintah

Mahfud menjelaskan tujuan peluncuran satelit ini adalah sebagai akselerasi penyediaan internet di kantor-kantor pemerintah di lokasi tak terjangkau jaringan fiber optik dalam 10 tahun ke depan.

"Saya ingin menegaskan tentang fungsi SATRIA-1 ini adalah untuk meratakan akses internet terutama untuk keperluan pendidikan, kesehatan, layanan publik, untuk masyarakat, untuk TNI, untuk Polri di seluruh wilayah tanah air khususnya di daerah tertinggal, terdepan dan terpencil (3T)," ungkapnya, dalam video siaran pers itu.

"Terutama untuk sekolah, rumah sakit, kantor-kantor pemerintah di daerah 3T, dan pos-pos Polri dan TNI di berbagai daerah terpencil, terluar, dan tertinggal," lanjut Menko Polhukam.

5. Warga Nebeng dengan Syarat

Kominfo mengklaim masyarakat umum juga dapat menggunakan Layanan Internet SATRIA-1. Caranya adalah dengan berkendara atau berkendara menuju layanan Wi-Fi di kantor-kantor pemerintahan tersebut.

"Masyarakat nanti bisa menikmati [layanan internet gratis]. Ini kan dipancarluaskan oleh Wi-Fi, jadi masyarakat mungkin yang mau menggunakan internet bisa saja merapat ke sekolah, ke kantor-kantor TNI, syukur-syukur bisa menjangkau rumah-rumah mereka," kata Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong.

6. Masa Pakai 20 Tahun

Dengan biaya proyek Rp. 8 Triliun, Satelit SATRIA-1 punya masa pakai tak lebih dari 20 tahun. Adi Rahman mengatakan satelit itu menjadi sampah antariksa jika sudah melampaui periode penggunaan.

"Jadi semua satelit yang tidak berfungsi akan disimpan di graveyard (kuburan) orbit," jelasnya.

Ia memprediksi sampah antariksa dari Satelit Satria-1 akan meluncur kembali ke Bumi 100 Ribu tahun mendatang. "Mungkin kita sudah tidak akan ada di sini".

7. Butuh dukungan darat

Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Mira Tayyiba menjelaskan pihaknya sudah menyiapkan infrastruktur komunikasi pendukung satelit.

Bentuknya berupa stasiun bumi ground segment di 11 lokasi, yakni di Cikarang, Batam, Banjarmasin, Tarakan, Pontianak, Kupang, Ambon, Manado, Manokwari, Timika, dan Jayapura.

"Selanjutnya, pemanfaatan utilitas backbone Palapa Ring adalah sebesar 45 persen dengan Service Level Agreement layanan operasional Palapa Ring sebesar 95 persen," tandasnya, dikutip dari siaran pers Kominfo.

8. Tak terkait dengan Infrastruktur BAKTI

Meski butuh dukungan infrastruktur darat, Mahfud MD menyebut satelit terbesar pertama di Asia dan kelima di dunia itu tidak terkait dengan jaringan BAKTI yang tengah terkait kasus hukum.

"Saya ingin membantah pendapat yang mengatakan SATRIA-1 tidak ada gunanya karena jaringan di Bumi itu tidak bisa tersedia berhubung adanya kasus BTS 4G yang sekarang ditangani oleh Kejaksaan Agung," ujar Mahfud dalam sebuah keterangan, Senin (19/6).

Jaringan BTS BAKTI sendiri, berdasarkan sejumlah sampel yang diambil penegak hukum, tak aktif.

9. Anggaran membengkak

Usman mengatakan biaya investasi pembuatan SATRIA-1 membengkak, dari awalnya US$ 450 Juta atau sekitar Rp6,6 Trillun menjadi US$ 540 Juta atau sekitar Rp. 8 Triliun.

Pemicunya adalah perubahan rencana pengangkutan satelit dari Prancis ke Florida. Semula, pengangkutannya hendak memakai Pesawat Antonov. Rencana berubah akibat masalah teknis dan geopolitik global.

"Satelit ini kan dirakit di Thales. Mestinya diangkut [pesawat] Antonov. Karena perang [Rusia-Ukraina] dan mungkin karena rusak, jadi diangkut jalur darat sehingga memerlukan waktu sehingga dananya jadi meningkat," tutur Usman, pekan lalu."Belum lagi harus dah harus dipotong-potong juga [satelitnya]," tandas dia.


Inilah Foto saat saya sedang menonton Live Streaming Peluncuran Satelit SATRIA-1 :

Untuk melihat kembali Live Streaming (Siaran Ulang) di YouTube, silakan lihat beberapa Kanal/Channel YouTube berikut ini :


Sayangnya, saya telat bangun Pagi saat peluncuran Satelit SATRIA-1 Senin kemarin, dikarenakan sudah hampir Jam 6 Pagi. Dengan adanya peluncuran Satelit ini, Internet di Indonesia semakin Cepat terutama di Daerah-daerah Terpencil.

Terima Kasih 😀😊😁👌👍 :)

Wassalamu‘alaikum wr. wb.

Post a Comment

Previous Post Next Post