Assalammu‘alaikum wr. wb.
Halo guys! Berjumpa lagi bersama Miniblog dari Inzaghi's Blog! Sekarang sudah Genap Setahun Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjabat di Indonesia, sejak Pertama kalinya dilantik pada 20 Oktober 2024 (17 Rabi'ul Akhir 1446 H) lalu. Dari beberapa Kebijakan ini, munculah sederet Pencapaian hingga Kebijakan Kontroversial (Terutama oleh Menteri-menteri). Apa sajakah itu? Simak baik-baik pada Postingan ini.
Sudah hampir satu tahun sejak Prabowo-Gibran menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia. Tepatnya pada 20 Oktober 2025 (28 Rabi'ul Akhir 1447 H), Genap Setahun masa kepemimpinan mereka atas NKRI. Selama periode tersebut, berbagai kebijakan telah dijalankan untuk memperkuat sektor ekonomi, sosial, kesehatan, energi, dan pangan.
Jika menengok ke awal masa pemerintahan, salah satu langkah pertama yang diambil Prabowo adalah memperluas struktur kabinet dengan menambah jumlah kementerian demi mendukung kinerja Kabinet Merah Putih. Secara keseluruhan, terdapat 48 kementerian dan 7 kementerian koordinator, yang menjadikannya kabinet dengan formasi terbesar dibandingkan pemerintahan sebelumnya, yang kemudian dikenal sebagai kabinet “gemuk.”
Tujuan pelebaran kementerian adalah untuk menjangkau semua program besutan bekas Pangkostrad itu. Pro-kontra tidak terelakkan karena dinilai hanya membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
PENCAPAIAN
Sumber Artikel : Kompasiana.com, Kabar24.Bisnis.com, dan Kompas.com
Lihat juga di : Akun Threads dan X/Twitter Inzaghi's Media
Jika membahas capaian selama satu tahun kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, hal tersebut dapat dilihat melalui pelaksanaan program prioritas mereka yang dikenal dengan sebutan Asta Cita atau Delapan Misi Pemerintahan.
Menteri Sekretaris Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa dalam satu tahun terakhir telah banyak kemajuan dan hasil positif yang dicapai, meskipun diakui masih ada beberapa aspek yang perlu disempurnakan.
Seluruh capaian tersebut berlandaskan pada Visi dan Misi yang tercantum dalam Asta Cita, dengan Fokus utama pada Peningkatan Kesejahteraan Rakyat, Perbaikan Gizi Anak, Kemandirian Pangan Nasional, serta penguatan sektor pertahanan dan keamanan negara.
Dihimpun dari catatan Bisnis, berikut Deretan Kebijakan Pemerintahan Prabowo-Gibran Selama Satu Tahun :
1. Efisiensi Anggaran
Berbeda dari pendekatan sebelumnya yang banyak mengandalkan pengeluaran besar, Presiden Prabowo memilih untuk melakukan efisiensi anggaran dalam APBN 2025 dengan memangkas dana sebesar Rp. 306,69 Triliun. Langkah ini diatur dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025.
Pemangkasan terbesar berasal dari dua sumber utama, yakni dana kementerian/lembaga sebesar Rp. 256,1 Triliun dan transfer ke daerah senilai Rp. 50,59 Triliun. Dana hasil efisiensi ini kemudian dialihkan untuk memperkuat program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang menjadi salah satu prioritas nasional dan memperoleh porsi anggaran terbesar dibandingkan program lainnya.
2. Penghapusan Piutang Macet UMKM
![]() |
Sumber Infografis : Antaranews.com |
Pada 5 November 2024 (3 Jumadil Awal 1446 H), Pemerintah mengeluarkan kebijakan penghapusan piutang macet bagi UMKM, Petani, dan Nelayan sebagai bentuk respons terhadap aspirasi masyarakat. Kebijakan ini dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet kepada UMKM di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan, dan sektor terkait lainnya.
Pemerintah menargetkan penghapusan utang bagi 67.000 debitur, dengan penyelesaian pada Mei 2025. Namun, hingga April 2025, realisasinya baru mencapai 28,7%.
3. Pembentukan Dua Badan
Tidak lama setelah pelantikannya, pada 22 Oktober 2024 (19 Rabi'ul Akhir 1446 H), Prabowo membentuk 2 (Dua) Lembaga baru. Pertama, Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Ibadah Haji di Indonesia. Kedua, Badan Pengendalian Pembangunan dan Investigasi Khusus, yang bertugas melakukan pengawasan, pemantauan, serta evaluasi terhadap pelaksanaan program pembangunan dan kebijakan pemerintah.
4. Umumkan Kenaikan UMP 6,5%
Pada 29 November 2024 (27 Jumadil Awal 1446 H), Presiden Prabowo mengumumkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5% untuk Tahun 2025. Awalnya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengusulkan kenaikan sebesar 6%, namun setelah berdialog dengan kelompok buruh, presiden memutuskan peningkatan menjadi 6,5% sebagai bentuk kompromi.
5. Penerapan PPN 12% untuk Barang Mewah
Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131/2024 yang menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% khusus untuk barang mewah. Peraturan ini mulai berlaku sejak 31 Desember 2024 (29 Jumadil Akhir 1446 H).
Menurut Pasal 2 ayat (2) dan (3), tarif 12% hanya berlaku untuk barang-barang mewah, sementara barang dan jasa umum tetap dikenai tarif 11% melalui kebijakan “11/12 × 12%”.
6. Pemberian Skema Insentif Fiskal
Untuk menekan dampak negatif penerapan PPN 12% yang diperkirakan bisa menurunkan penerimaan negara hingga Rp. 30–40 Triliun, pemerintah menyiapkan berbagai skema insentif fiskal. Beberapa bentuk insentif tersebut meliputi diskon tarif listrik, bantuan pangan, serta PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pembelian properti dan kendaraan listrik.
7. Hentikan Impor Beras, Jagung, Garam, dan Gula
Melalui Kementerian Koordinator Bidang Pangan, pemerintah menetapkan kebijakan penghentian impor sejumlah komoditas utama seperti beras, jagung pakan, garam, dan gula konsumsi mulai Tahun 2025.
Kebijakan ini diiringi dengan target peningkatan produksi dalam negeri, yaitu beras 32 Juta Ton, gula 2,6 Juta Ton, garam 2,25 Juta Ton, dan jagung 16,68 Juta Ton, guna memperkuat kemandirian dan ketahanan pangan nasional.
8. Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG)
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan meluncurkan Program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) yang mulai dijalankan pada 10 Februari 2025 (11 Sya'ban 1446 H).
Program ini menyasar seluruh lapisan masyarakat — mulai dari bayi hingga lansia — dan dilaksanakan di 10.000 puskesmas serta 15.000 klinik yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Pelaksanaannya dilakukan secara bertahap dengan sistem pemeriksaan yang disesuaikan menurut kelompok usia, agar layanan lebih efektif dan terarah.
9. Program Makan Bergizi Gratis (MBG)
![]() |
Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Sekolah |
Memasuki awal Tahun 2025, Program pamungkas Prabowo ini dilaksanakan secara serentak pada Senin, 6 Januari 2025 (6 Rajab 1446 H). Ini adalah program unggulan yang sudah mulai dirasakan manfaatnya dan menjadi fokus kebijakan di awal masa jabatan, diarahkan untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia. Terlepas dari masih kerap munculnya kasus keracunan makanan murid, makanan basi dan proses pembersihan wadah makan MBG yang tidak higienis.
MBG digadang-gadang dapat menuntaskan masalah kekurangan gizi bagi anak-anak Indonesia. Program ini dikerjakan di bawah naungan Badan Gizi Nasional (BGN) yang dibantu oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk mengelola menu MBG setiap harinya.
Berdasarkan data, telah dilaporkan bahwa pembangunan lebih dari 11 ribu dapur untuk program MBG. Salah satu dapur MBG di Kabupaten Tana Toraja bahkan posisinya strategis, di sisi jalan Trans Sulawesi, poros Toraja-Makassar.
Selain itu, pemerintah juga menaikkan anggaran untuk program ini. Termasuk dikaitkan dengan upaya penguatan gizi anak, dan peresmian rumah susu. Sepanjang 2025, pemerintah mengalokasikan Rp71 triliun untuk MBG dengan dana standby sebesar Rp. 100 Triliun. Sekadar informasi, anggaran MBG meningkat menjadi Rp. 335 Triliun.
10. Ketentuan PP Nomor 8 Tahun 2025
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025, pemerintah mewajibkan seluruh devisa hasil ekspor (DHE) dari sumber daya alam untuk ditempatkan di dalam negeri. Peraturan ini ditandatangani pada 17 Februari 2025 (18 Sya'ban 1446 H) dan mulai berlaku pada 1 Maret 2025 (1 Ramadhan 1446 H).
Kewajiban tersebut mencakup sektor pertambangan (non-migas), perkebunan, kehutanan, dan perikanan, dengan tingkat penempatan 100% dan masa berlaku 12 bulan sejak dana ditempatkan.
Langkah ini diambil untuk memperkuat likuiditas dalam negeri serta menjaga stabilitas nilai tukar dan cadangan devisa nasional.
11. Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara)
![]() |
Sumber Infografis : Antaranews.com |
Pemerintah membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada 24 Februari 2025 (25 Sya'ban 1446 H), setelah RUU BUMN disahkan menjadi Undang-Undang Perubahan Ketiga atas UU No. 19 Tahun 2003.
Badan ini berperan penting dalam pengelolaan dan pengawasan aset negara yang dikelola oleh BUMN.
Beberapa Tugas Utama dari BPI Danantara antara lain :
- Mengelola dividen dari holding investasi, holding operasional, serta BUMN.
- Memberikan persetujuan atas penambahan atau pengurangan penyertaan modal.
- Menyetujui restrukturisasi BUMN, termasuk merger, akuisisi, peleburan, atau pemisahan perusahaan.
12. Badan Industri Mineral
Pada 25 Agustus 2025 (1 Rabi'ul Awal 1447 H), Presiden Prabowo Subianto menetapkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7/P/2025 yang membentuk Badan Industri Mineral.
Lembaga baru ini bertugas mengelola dan mengembangkan hilirisasi sumber daya mineral strategis Indonesia, sekaligus memastikan nilai tambah dari hasil tambang nasional dapat dimaksimalkan untuk kepentingan ekonomi nasional.
13. Kementerian Haji dan Umrah
Setelah disahkannya RUU tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 oleh DPR RI pada 26 Agustus 2025 (2 Rabi'ul Awal 1447 H), pemerintah resmi menaikkan status Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) menjadi Kementerian Haji dan Umrah.
Kementerian baru ini bertanggung jawab penuh atas penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia dan kini dipimpin oleh Mochamad Irfan Yusuf.
Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan pelayanan bagi jamaah haji dan umrah.
14. Paket Stimulus Ekonomi
![]() |
Program Paket Ekonomi 2025 |
Untuk menjaga Pertumbuhan Ekonomi nasional agar tetap kuat dan inklusif, Presiden Prabowo Subianto menggulirkan beberapa paket stimulus ekonomi yang berfokus pada bantuan sosial dan pemulihan daya beli masyarakat.
Berikut ini adalah 4 (Empat) Tahap Stimulus yang telah diluncurkan :
- Paket Pertama diumumkan pada Desember 2024 senilai Rp. 38,6 Triliun.
- Paket Kedua pada Juni 2025 sebesar Rp. 24,44 Triliun.
- Paket Ketiga pada September 2025 senilai Rp. 16,23 Triliun.
- Paket Keempat, pada Oktober 2025, bansos senilai Rp. 30 Triliun.
Program ini menjadi bagian penting dari upaya pemerintah untuk memperkuat Ketahanan Ekonomi masyarakat sekaligus menstimulasi pertumbuhan di berbagai sektor.
KEBIJAKAN KONTROVERSIAL
Sumber Artikel : BBC News Indonesia, Batasmedia99.com, Validnews.id, Democrazy.id, Kompas.com, Tempo.co (Sri Mulyani), dan Wow.Tribunnews.com (Bahlil Lahadalia)
Lihat juga di : Threads Inzaghi's Media (@enzapost)
Setiap pemerintahan memiliki karakter dan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Demikian pula halnya dengan pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, yang memperlihatkan pendekatan khas dibandingkan era sebelumnya. Sejak awal masa jabatan, keduanya memperkenalkan sejumlah kebijakan baru yang belum pernah diterapkan sebelumnya — seperti program Makan Bergizi Gratis, pembentukan super holding Danantara, serta kebijakan efisiensi anggaran nasional.
Berbagai kebijakan tersebut memunculkan beragam tanggapan dari masyarakat. Tidak sedikit pihak yang mempertanyakan langkah-langkah Presiden kedelapan ini, sehingga menimbulkan diskusi panjang dan perdebatan di ruang publik, baik di media sosial maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Situasi tersebut memunculkan anggapan bahwa terdapat pola tertentu yang secara sengaja diciptakan untuk menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat. Sebagian kalangan bahkan menduga adanya upaya pembentukan polarisasi opini publik yang justru memperkeruh suasana diskusi di dunia maya.
Namun, persoalan utamanya tampaknya bukanlah pada adanya skenario tersembunyi, melainkan kurangnya efektivitas komunikasi pemerintah. Alhasil, sejumlah kebijakan yang sebenarnya memiliki tujuan positif justru sering disalahartikan dan menuai kritik. Untuk menghindari kesalahpahaman publik, pemerintah perlu meningkatkan kualitas sosialisasi, transparansi, serta evaluasi kebijakan secara menyeluruh.
Fenomena ini juga tercermin dalam dinamika gerakan mahasiswa. Beberapa kelompok mahasiswa, misalnya, menyoroti kebijakan efisiensi anggaran yang sejatinya dimaksudkan untuk menekan kebocoran keuangan negara dan mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri. Hal ini menarik karena isu utang dan korupsi telah lama menjadi perhatian utama dalam berbagai gerakan sosial di Indonesia.
Selain persoalan komunikasi, tidak dapat diabaikan pula pengaruh faktor eksternal. Pernyataan Presiden Prabowo mengenai adanya provokasi dari pihak-pihak tertentu maupun kepentingan geopolitik yang terganggu oleh arah kebijakan Indonesia bisa jadi memiliki dasar. Semua ini menjadikan dinamika politik nasional semakin kompleks dan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan saat ini dalam menjaga stabilitas dan kepercayaan publik.
1. Efisiensi Anggaran
Pemerintahan Prabowo baru saja mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran dalam APBN dan APBD 2025. Instruksi yang ditandatangani pada 22 Januari 2025 (22 Rajab 1446 H) ini menargetkan pemangkasan belanja negara hingga Rp. 306,69 Triliun. Dari total angka tersebut, Rp. 256,1 Triliun berasal dari anggaran kementerian/lembaga, sementara Rp. 50,59 Triliun dari transfer ke daerah.
Presiden mengarahkan pejabat tinggi negara, mulai dari menteri, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, hingga kepala daerah, untuk menekan belanja negara. Salah satu fokus utama adalah memangkas belanja non-prioritas, seperti perjalanan dinas, studi banding, dan acara seremonial. Bahkan, anggaran perjalanan dinas ditargetkan turun hingga 50%.
Namun, keputusan ini menimbulkan pertanyaan besar. Pasalnya, alih-alih menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2025 seperti yang biasa dilakukan dalam transisi pemerintahan, Prabowo justru memilih pendekatan Inpres untuk mengendalikan fiskal. Langkah ini dianggap memberikan sinyal yang membingungkan bagi pasar, karena menunjukkan efisiensi besar-besaran tanpa arah kebijakan yang jelas.
Tanpa revisi APBN, pasar sulit membaca arah belanja negara. Kebijakan ini memberi fleksibilitas bagi Kementerian Keuangan, tetapi juga berisiko menciptakan ketidakpastian bagi investor dan dunia usaha.
Pemangkasan anggaran memang bertujuan menekan pengeluaran, tapi tanpa perencanaan matang, kebijakan ini bisa berdampak negatif. Efisiensi di sektor pendidikan berisiko menurunkan kualitas SDM, sementara pemotongan dana riset bisa menghambat inovasi.
Di sisi lain, pemangkasan belanja birokrasi seperti perjalanan dinas memangkas pemborosan, tapi juga bisa mengganggu koordinasi lintas daerah. Ketidakjelasan arah kebijakan fiskal pun berpotensi memperburuk sentimen pasar di tengah ekonomi global yang labil.
Jika pemerintahan Prabowo ingin kebijakan ini berjalan efektif, transparansi dan komunikasi yang terbuka kepada publik menjadi kunci. Pemerintah perlu memastikan bahwa pemotongan anggaran tak sekadar menjadi upaya penghematan, tetapi benar-benar diarahkan untuk memperkuat ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. DHE SDA
Pemerintah Indonesia secara resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 yang mengatur pengelolaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari sektor sumber daya alam (SDA). Melalui kebijakan ini, seluruh eksportir diwajibkan menempatkan dana hasil ekspor mereka di sistem keuangan domestik selama minimal 12 bulan. Tujuan utama dari kebijakan tersebut adalah untuk memperkuat cadangan devisa nasional serta menjaga stabilitas ekonomi dan nilai tukar.
Untuk mendukung implementasi aturan tersebut, pemerintah memberikan sejumlah pilihan instrumen keuangan bagi eksportir, seperti rekening khusus, deposito berjangka, hingga berbagai surat berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI). Beberapa instrumen tersebut mencakup SRBI (Sekuritas Rupiah BI), SVBI (Sekuritas Valuta Asing BI), dan SUVBI (Sukuk Valuta Asing BI). Instrumen-instrumen ini dirancang guna mengelola likuiditas nasional sekaligus mencegah keluarnya aliran modal (capital outflow) secara berlebihan.
Meski memiliki tujuan strategis, kebijakan ini juga menghadapi tantangan yang tidak kecil. Salah satunya berkaitan dengan fleksibilitas keuangan eksportir, yang selama ini mengandalkan dana ekspor untuk memenuhi kebutuhan operasional—seperti pembelian bahan baku impor, pembayaran utang luar negeri, hingga pendanaan ekspansi bisnis. Dengan kewajiban menahan seluruh devisa di dalam negeri, ruang gerak finansial mereka menjadi lebih terbatas.
Dari sisi teknis, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada ketersediaan aset dasar seperti Surat Berharga Negara (SBN) yang digunakan untuk mendukung penerbitan SRBI dan SVBI. Jika cadangan SBN di Bank Indonesia terbatas, maka kemampuan BI untuk menerbitkan instrumen tersebut juga ikut terhambat. Kondisi ini bisa menurunkan efektivitas kebijakan dalam menjaga cadangan devisa. Selain itu, BI juga tidak dapat membeli SBN dalam jumlah besar secara bebas, karena dapat menyebabkan kenaikan harga obligasi dan distorsi pada kebijakan moneter.
Instrumen SUVBI pun menghadapi kendala serupa karena berbasis pada sukuk global, yang jumlahnya lebih terbatas dan memiliki biaya penerbitan lebih tinggi dibandingkan obligasi konvensional. Jika BI kesulitan memperoleh sukuk dengan harga kompetitif, maka penerbitan SUVBI bisa terganggu, dan tujuan kebijakan untuk menahan devisa berpotensi tidak tercapai.
Dampak kebijakan ini tidak hanya bersifat finansial, tetapi juga dapat berimbas pada sektor riil, termasuk logistik dan transportasi laut. Apabila eksportir merasa kewajiban penyimpanan DHE ini terlalu memberatkan, mereka bisa saja menurunkan volume ekspor, yang pada gilirannya dapat mengurangi aktivitas perdagangan internasional dan memukul sektor pendukungnya.
Selain itu, terdapat potensi munculnya praktik underinvoicing, yakni pelaporan nilai ekspor yang lebih rendah dari nilai sebenarnya, demi menghindari kewajiban penyimpanan DHE. Jika praktik ini meluas, maka kebijakan yang sejatinya bertujuan untuk memperkuat posisi devisa nasional justru dapat menjadi kontraproduktif dan merugikan perekonomian.
Kebijakan DHE SDA ini juga dinilai memiliki keterkaitan tidak langsung dengan strategi pembiayaan fiskal. Dalam konteks sejarah ekonomi Indonesia, pemerintah telah menggunakan berbagai cara untuk menutup defisit anggaran, mulai dari pencetakan uang pada masa Orde Lama, pinjaman luar negeri di era Orde Baru, hingga penerbitan SBN sejak tahun 2000-an. Dengan menahan devisa hasil ekspor di dalam negeri, pemerintah berpotensi memperoleh tambahan likuiditas domestik tanpa harus meningkatkan utang luar negeri.
Saat ini, cadangan devisa Indonesia berada di kisaran USD144 miliar, dengan tren penurunan akibat pembayaran utang luar negeri dan melemahnya surplus neraca perdagangan. Karena itu, penempatan DHE di dalam negeri diharapkan mampu menopang stabilitas fiskal dan moneter, sekaligus memperkuat daya tahan ekonomi nasional terhadap gejolak global.
Namun demikian, keberhasilan kebijakan ini masih bergantung pada pelaksanaannya di lapangan. Jika kebijakan tersebut terlalu membebani eksportir dan menimbulkan reaksi negatif dari dunia usaha, maka dampaknya bisa berbalik arah dan justru melemahkan sektor ekspor. Oleh sebab itu, pemerintah perlu menjaga keseimbangan antara stabilitas ekonomi makro dan kelancaran aktivitas bisnis.
Kunci keberhasilan kebijakan DHE SDA ini terletak pada transparansi, komunikasi yang efektif dengan pelaku usaha, serta fleksibilitas dalam implementasi teknisnya. Hanya dengan demikian, kebijakan ini dapat berfungsi optimal—bukan sekadar sebagai instrumen penahan devisa, tetapi juga sebagai langkah nyata dalam memperkuat fondasi ekonomi Indonesia di tengah tantangan global.
3. Pembatalan Kenaikan PPN 12%
Kebijakan pertama yang dibatalkan oleh Presiden Prabowo Subianto adalah rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%.
Menjelang Malam Tahun Baru 2025 (atau juga bertepatan dengan Awal Bulan Rajab 1446 H), tepatnya pada Malam Tahun Baru, Presiden Prabowo mendatangi Kementerian Keuangan untuk melakukan rapat mendadak bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Wakil Menteri, serta jajaran Direktur Jenderal di lingkungan kementerian tersebut.
Setelah pertemuan berlangsung cukup lama, pemerintah menggelar konferensi pers bersama, di mana Presiden Prabowo menjelaskan keputusan akhir mengenai kebijakan pajak tersebut.
Dalam pernyataannya, Prabowo menegaskan bahwa kenaikan Tarif PPN menjadi 12% hanya akan berlaku bagi Barang dan Jasa Mewah, bukan untuk kebutuhan pokok masyarakat. Barang-barang yang termasuk dalam kategori mewah mencakup jet pribadi, kapal pesiar, yacht, hingga properti berkelas tinggi seperti rumah mewah.
"Karena itu, seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya dan telah berkoordinasi dengan DPR RI hari ini pemerintah memutuskan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah," kata Prabowo, Selasa (31/12/2024 | 29/6/1446)
Keputusan ini diambil sebagai respon terhadap gelombang kritik dan protes publik, terutama dari kalangan menengah ke bawah yang khawatir akan dampak kenaikan harga barang kebutuhan sehari-hari. Sebelumnya, masyarakat menilai kebijakan tersebut berpotensi memberatkan ekonomi rumah tangga, apalagi di tengah melemahnya daya beli dan naiknya harga pangan seperti beras premium yang dikhawatirkan ikut terdampak pajak.
Padahal, secara teknis, kenaikan PPN menjadi 12 Persen pada 1 Januari 2025 (1 Rajab 1446 H) sebenarnya sudah tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan beberapa waktu sebelumnya.
Namun, penolakan publik meluas dengan cepat — ditandai dengan ramainya petisi di media sosial dan aksi demonstrasi di sejumlah daerah. Banyak pihak menilai bahwa penerapan tarif baru tersebut dapat mendorong inflasi, meningkatkan harga barang dan jasa, serta mengubah pola konsumsi masyarakat secara signifikan.
Akhirnya, pemerintah memilih menunda dan membatasi penerapan kenaikan PPN hanya untuk barang mewah, sebagai langkah kompromi agar kebijakan fiskal tetap berjalan tanpa menambah beban ekonomi masyarakat luas.
4. Batalkan Larangan Pengecer Menjual LPG 3 Kg
![]() |
Ilustrasi Kelangkaan Gas LPG 3 Kg (Gas Melon) |
Setelah kasus PPN, Presiden Prabowo Subianto kembali turun tangan membatalkan kebijakan larangan bagi pengecer menjual Elpiji bersubsidi 3 kilogram yang sebelumnya menimbulkan polemik di masyarakat.
Keputusan ini disampaikan langsung oleh Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, yang memastikan bahwa pengecer dapat kembali beroperasi agar pasokan gas rumah tangga tetap lancar.
"Hari ini, para pengecer bisa kembali berjualan agar tidak terjadi kesulitan akses Elpiji di masyarakat," ujar Hasan, saat dikonfirmasi, Selasa (4/2/2025 | 5/8/1447) pagi.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengeluarkan aturan yang membatasi penjualan elpiji 3 kilogram hanya melalui pangkalan resmi atau subpenyalur Pertamina, yang mulai diberlakukan 1 Februari 2025 (2 Sya'ban 1447 H).
Namun kebijakan tersebut justru menyebabkan kelangkaan gas, antrean panjang di berbagai daerah, bahkan dilaporkan ada warga lanjut usia meninggal dunia akibat terlalu lama menunggu.
Menanggapi situasi ini, Presiden Prabowo memanggil Bahlil Lahadalia ke Istana Kepresidenan Jakarta dan dikabarkan sempat menghubunginya secara langsung sebanyak dua kali untuk membahas persoalan tersebut.
Usai pertemuan dengan Presiden, Bahlil mengakui adanya kekeliruan dalam penerapan kebijakan itu dan meminta publik tidak saling menyalahkan.
"Jadi enggak usah dipersalahkan siapa-siapa, itu adalah kesalahan kami, kalau itu ada salah," kata Bahlil, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/2/2025 | 5/8/1447).
"Tapi, kalau itu ada kelebihan, itu ada kebenaran pemerintah," ujar dia.
Menurut Bahlil, larangan terhadap pengecer semula dibuat karena penyaluran gas bersubsidi sering kali tidak tepat sasaran, dengan harga jual di lapangan yang jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Dengan subsidi sekitar Rp. 87 triliun, harga ideal gas elpiji 3 kilogram seharusnya berkisar Rp. 18.000 – Rp. 19.000, atau maksimal Rp. 20.000 per tabung. Namun di lapangan, harga bisa mencapai Rp. 25.000 hingga Rp. 30.000.
Bahlil berkomitmen untuk memperbaiki sistem distribusi agar subsidi benar-benar diterima oleh masyarakat yang berhak, sekaligus mengawasi agar tidak terjadi lagi mark up harga di tingkat pengecer.
5. Percepat pengangkatan CASN (CPNS + PPPK)
Kebijakan lain yang diubah Presiden Prabowo adalah percepatan proses pengangkatan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) yang meliputi CPNS dan PPPK tahun 2024.
Awalnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Rini Widyantini mengumumkan penundaan jadwal pengangkatan CASN 2024, yang kemudian memicu reaksi keras karena dinilai tidak sesuai dengan rencana awal dan merugikan para calon pegawai.
Isu tersebut akhirnya sampai ke Istana Negara, dan Presiden Prabowo langsung menginstruksikan agar proses pengangkatan dipercepat untuk menjaga kepercayaan publik dan memberi kepastian bagi para calon ASN.
Berdasarkan arahan Presiden, pengangkatan serentak CASN 2024 dipercepat menjadi paling lambat Juni 2025, dari jadwal sebelumnya yang direncanakan Oktober 2025.
Sementara itu, untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024, proses pengangkatan dipercepat menjadi paling lambat Oktober 2025, lebih cepat dari jadwal awal yaitu Maret 2026.
Langkah ini diambil untuk mempercepat reformasi birokrasi, mengisi kebutuhan tenaga ASN di berbagai instansi, serta meningkatkan efektivitas pelayanan publik di bawah pemerintahan baru.
6. Mencabut Izin Tambang Nikel di Raja Ampat
![]() |
Sumber Infografis : Finance.Detik.com |
Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas dengan mencabut izin eksplorasi tambang nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, setelah muncul gelombang protes publik akibat laporan dari Greenpeace Indonesia.
Laporan tersebut mengungkap adanya aktivitas pertambangan nikel di sejumlah pulau kecil, seperti Pulau Gag, Pulau Kawe, dan Pulau Manuran, yang menyebabkan kerusakan hutan dan vegetasi alami seluas lebih dari 500 hektare.
Padahal, ketiga pulau itu dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang secara tegas melarang kegiatan pertambangan di pulau kecil.
Dokumentasi lapangan menunjukkan adanya limpasan tanah akibat penebangan hutan dan pengerukan lahan, yang berujung pada sedimentasi di wilayah pesisir. Fenomena ini dikhawatirkan akan merusak terumbu karang serta ekosistem laut Raja Ampat, kawasan yang dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati laut dunia.
Selain 3 (Tiga) Pulau tersebut, Pulau Batang Pele dan Pulau Manyaifun juga disebut terancam oleh kegiatan eksploitasi nikel. Kedua pulau ini berlokasi sekitar 30 kilometer dari Piaynemo, gugusan karst ikonik yang gambarnya terdapat pada uang pecahan Rp100.000.
![]() |
Tagar Save Raja Ampat (#SaveRajaAmpat) |
Setelah mencuatnya Kampanye #SaveRajaAmpat di berbagai Media Sosial, Presiden Prabowo akhirnya memerintahkan pencabutan empat dari lima izin usaha pertambangan (IUP) yang berada di wilayah UNESCO Geopark Raja Ampat.
Empat perubahaan yang izinnya dicabut antara lain PT Anugerah Surya Pratama, PT Nurham, PT Mulia Raymond Perkasa, dan PT Kawei Sejahtera Mining, karena dianggap melanggar ketentuan lingkungan dan administrasi.
Sementara itu, PT Gag Nikel tetap diizinkan beroperasi karena berada di luar zona geopark serta memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) lengkap.
"Kemarin Bapak Presiden memimpin rapat terbatas salah satunya membahas tentang izin usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat ini," kata Prasetyo, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/6/2025 | 14/12/1446).
“Dan atas petunjuk Bapak Presiden, beliau memutuskan bahwa pemerintah akan mencabut izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat," ujar Prasetyo melanjutkan.
Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi lingkungan hidup, menjaga kelestarian ekosistem laut, dan memastikan setiap aktivitas ekonomi di daerah konservasi berjalan sesuai prinsip keberlanjutan.
7. Selesaikan Sengketa 4 Pulau Aceh–Sumut
Kebijakan selanjutnya yang diambil Presiden Prabowo adalah menyelesaikan sengketa batas wilayah antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara, yang melibatkan empat pulau di wilayah perbatasan laut.
Sengketa ini bermula setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah administratif Sumatera Utara.
Keputusan ini lantas dikritisi dan dipertanyakan banyak pihak. Gubernur Aceh Muzakir Manaf pun merasa keberatan atas keputusan yang baru terbit itu. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh mengeklaim mengantongi jejak historis di keempat pulau.
Muzakir alias Mualem lalu menggelar pertemuan khusus dengan Forum Bersama (Forbes) DPR/DPD RI, DPR Aceh, dan rektor di wilayahnya. Pertemuan dengan lintas elemen pejabat Aceh itu berlangsung di ruang restoran Pendopo Gubernur Aceh, Jumat (13/6/2025 | 17/12/1446) Malam.
Hasil Silaturahmi dengan Forbes DPR/DPD RI ini menyepakati untuk memperjuangkan keempat pulau kembali menjadi milik Aceh.
"Itu hak kami, kewajiban kami, wajib kami pertahankan. Pulau itu adalah milik kami, milik Pemerintah Aceh. Mereka-mereka tetap (harus) mengembalikan pulau ini kepada Aceh," katanya kepada awak media usai rapat.
Sementara itu, Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menyatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan keputusan pemerintah pusat yang berdasarkan hasil survei resmi Kemendagri.
"Kami hanya jalankan keputusan," beber Bobby.
Ia bahkan sempat mengusulkan pengelolaan bersama atas keempat pulau tersebut, mengingat potensinya di sektor pariwisata. Namun, usulan itu ditolak mentah-mentah oleh Gubernur Aceh, yang menilai pulau-pulau tersebut sepenuhnya milik Aceh berdasarkan bukti sejarah dan dokumen resmi.
"Kalau jadi milik Provinsi Sumatera Utara, pengelolaannya itu nanti di Provinsi Sumatera Utara, jadi opsi kami mau mengajak kerjasama siapa-siapa. Kalau mau nolak ya silakan," ajak Bobby.
Namun pengelolaan bersama ditolak mentah-mentah oleh Mualem. Sebab, Pemprov Aceh sudah banyak mengantongi dokumen secara historis bahwa keempat pulau adalah miliknya.
"Tidak kita bahas itu, macam mana kita duduk bersama itu kan hak kita. Kepunyaan kita, milik kita," tegas Mualem usai pertemuan dengan DPR/DPD RI asal Aceh.
"Wajib kita pertahankan. Mereka-mereka tetap (harus) mengembalikan pulau ini kepada Aceh," tandas Mualem.
Akhirnya, setelah melalui berbagai pertimbangan administratif dan historis, Presiden Prabowo memutuskan bahwa keempat pulau tersebut resmi masuk ke wilayah administrasi Provinsi Aceh. Keputusan ini diambil saat Presiden tengah berada di Rusia untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Vladimir Putin, namun rapat final diselenggarakan secara daring dengan peserta di Istana Kepresidenan Jakarta.
Rapat tersebut dihadiri oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Mensesneg Prasetyo Hadi, Mendagri Tito Karnavian, Gubernur Aceh Muzakir Manaf, dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution.
"Berdasarkan laporan dari Kemendagri, berdasarkan dokumen-dokumen, data-data pendukung kemudian tadi Bapak Presiden memutuskan bahwa pemerintah berlandaskan pada dasar-dasar dokumen yang telah dimiliki pemerintah telah mengambil keputusan bahwa keempat pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang dan Pulau Mangkir Ketek, secara administratif berdasarkan dokumen yang dimiliki pemerintah adalah masuk ke wilayah administratif wilayah Aceh," kata Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025 | 21/12/1446).
Keputusan ini menandai berakhirnya sengketa perbatasan wilayah laut antara Aceh dan Sumatera Utara, serta mempertegas komitmen pemerintah pusat dalam menjaga integrasi dan kejelasan batas administratif antarprovinsi di Indonesia.
8. Rekening Menganggur 3 Bulan Diblokir Negara
Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank-bank nasional dikabarkan tengah menyusun aturan baru yang memungkinkan pemblokiran otomatis terhadap Rekening Bank yang tidak aktif selama 3 (Tiga) Bulan.
Kebijakan ini disebut sebagai langkah pencegahan terhadap penyalahgunaan rekening kosong yang kerap digunakan dalam praktik pencucian uang dan penipuan daring.
Namun, kebijakan tersebut menuai kritik karena beberapa alasan :
- Tidak semua rekening pasif menandakan adanya aktivitas mencurigakan. Banyak warga hanya menggunakan rekening untuk menabung kecil-kecilan.
- Tidak ada sistem peringatan atau notifikasi yang diatur secara jelas sebelum pemblokiran dilakukan.
- Dikhawatirkan dapat menimbulkan hilangnya akses terhadap dana milik nasabah yang sah, jika prosesnya dilakukan tanpa transparansi dan tanpa mekanisme keberatan.
Para ahli hukum perbankan menilai bahwa pemblokiran rekening harus tunduk pada asas due process serta memiliki dasar hukum yang kuat, bukan sekadar keputusan administratif semata.
9. Tanah Tidak Digarap 2 Tahun Akan Disita Negara
Kementerian ATR/BPN tengah mengkaji ulang penerapan Pasal 27 UUPA, yang menyebutkan bahwa Hak Guna Usaha (HGU) atau Hak Pakai Tanah dapat dicabut jika tidak dimanfaatkan sesuai peruntukannya dalam jangka waktu tertentu.
Kebijakan ini dikaitkan dengan upaya redistribusi tanah dalam rangka reforma agraria nasional.
Namun, berbagai pihak menilai kebijakan tersebut berpotensi bermasalah karena :
- Banyak tanah warisan atau tanah pribadi tidak digarap bukan karena sengaja, melainkan karena faktor keluarga, proses hukum, atau keterbatasan modal.
- Belum ada definisi yang jelas tentang “tanah nganggur”, apakah didasarkan pada kondisi fisik atau administratif.
- Terdapat potensi penyalahgunaan wewenang oleh negara jika aturan tidak disusun dengan cermat.
Komnas HAM dan para pakar agraria menegaskan bahwa kebijakan semacam ini tidak boleh membuka peluang kriminalisasi terhadap pemilik tanah sah, apalagi bila dilakukan tanpa keputusan pengadilan.
10. Penggunaan Media Sosial Akan Dikenai Pajak
Direktorat Jenderal Pajak menyatakan rencana penerapan pajak bagi content creator dan influencer yang mendapatkan penghasilan dari platform digital seperti YouTube, TikTok, dan Instagram. Tujuannya adalah untuk pemerataan pajak serta menyesuaikan dengan realitas ekonomi digital saat ini.
Meski tujuannya adalah pemerataan pajak dan menyesuaikan dengan realita ekonomi digital, banyak kekhawatiran mencuat :
- Batas antara pengguna hobi dan profesional masih belum didefinisikan dengan jelas.
- Sistem pelaporan pendapatan di sektor digital informal masih tergolong lemah.
- Terdapat potensi pengenaan pajak ganda, baik dari pihak platform maupun individu.
Asosiasi konten digital Indonesia meminta agar aturan ini dibarengi dengan edukasi dan insentif, bukan sekadar penarikan pajak sepihak.
11. Panggilan Suara dan Video WhatsApp Akan Dialihkan ke Sistem Berbayar
Isu ini mencuat setelah sejumlah pejabat menyebut bahwa Layanan Panggilan Internet (VoIP) menyebabkan penurunan pendapatan Operator Telekomunikasi nasional. Pemerintah pun mempertimbangkan opsi pengaturan tarif khusus atau pengalihan layanan ke sistem berizin.
Namun, rencana ini menuai kritik karena dianggap :
Bertentangan dengan hak masyarakat atas akses komunikasi dan informasi terbuka.
Berpotensi membebani masyarakat, terutama di tengah meningkatnya ketergantungan terhadap komunikasi digital.
Melanggar asas net neutrality, yang menjadi prinsip dasar kebebasan internet global.
Koalisi Internet Aman dan Terbuka Indonesia menegaskan bahwa akses komunikasi daring adalah hak dasar warga, dan tidak sepatutnya dijadikan objek komersialisasi oleh negara.
12. Amplop Hajatan Akan Dikenai Pajak
Isu mengenai pajak atas amplop atau sumbangan acara sosial seperti pernikahan dan khitanan menimbulkan gelombang penolakan publik. Walaupun belum ada peraturan resmi, wacana ini disebut-sebut sebagai bagian dari upaya memperluas basis pajak penghasilan di sektor informal.
Dampaknya bisa sangat negatif :
- Menyakiti nilai budaya gotong royong dan privasi masyarakat.
- Sulit untuk diawasi dan berpotensi menjadi celah pungutan liar.
- Dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Ahli perpajakan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada penegakan pajak terhadap korporasi besar dan transaksi digital berskala besar, bukan terhadap aktivitas sosial rakyat kecil.
Itulah Pembahasan mengenai Kilas Balik Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran dari Pencapaian hingga Kebijakan Kontroversial (Terutama oleh Menteri-menteri).
Terima Kasih 😀😊😘👌👍 :)
Wassalammu‘alaikum wr. wb.